Kondisi Perjudian Yang Marak Di Bali

Perjudian Tajen di Bali

Ditengah-tengah kontroversi pandangan masyarakat, tidak bisa disangkal praktik Tajen atau Sabung ayam M88Asia masih bisa dengan gampang dijumpai di pedesaan Bali. Ada yang melakukan praktek perjudian ini sembunyi-sembunyi, dan ada juga yang terang-terangan. Beberapa tahun lalu sesungguhnya telah dikerjakan tindakan tegas dari aparatur kepolisian untuk menghentikan praktek permainan ini, dapat dibuktikan dengan telah banyak orang yang di tangkap dikarenakan menjalankan praktik ini. Walau demikian akhir-akhirini justru Tajen malah marak kembali dikerjakan.

Apabila diperhatikan sejarahnya, Tajen tercatat dipraktekkan penduduk Bali mulai sejak abad 10. Prasasti Sukawana memberi informasi bahwa ritual keagamaan yang mendasari adanya permainan adu ayam ini. Walau di pedesaan adu ayam diperuntukkan menjadi ritual keagamaan, banyak raja di Bali mempunyai hak istimewa untuk mengadakan laga sabung ayam tanpa ada maksud yang sakral. Raja-raja kuno di Bali menggelar laga sabung ayam hanya untuk konsumsi pribadi semata dan seringkali dengan berjudi sesuatu, yang menjadi lambang kebesaran kerajaan. Tidak heran, ayam jadi hewan kesukaan banyak raja di pulau dewata. Mulai sejak kala itu sabung ayam berkembang pesat di penduduk Bali. Ratusan tahun yang lalu penduduk Bali mengklaim kalau tajen telah jadi tradisi adat turun–temurun warisan leluhur para Raja.

Dengan memandang sejarah ini, tidak heran bila sabung ayam begitu sulit diberantas oleh pihak kepolisian setempat.

Perjudian Togel di Bali

Perjudian toto gelap, atau dengan sebutan lain togel kembali marak di Bali. Dalam permainan taruhan togel di Bali, bila pemasang berhasil menebak angka yang bakal keluar dari TSSM dengan tepat, maka yang berkaitan memiliki hak atas kemenangannya. Di mana misalnya untuk taruhan Rp 10000 dengan tebakan 2 angka, maka pemain akan memperoleh Rp 600.000, jika berhasil tebak 3 angka pemain mendapat Rp 3.500.000 serta dengan menebak 4 angka mendapat Rp 2, 5 juta.

Perjudian Jangkrik di Bali

Permainan adu jangkrik di Bali dikerjakan lewat cara mengadukan dua ekor jangkrik diatas arena ring yang dibuat dari bambu.

Bila seekor jangkrik kalah, serta yang pasang pada jangkrik pemenang akan memiliki hak memperoleh uang kemenangan taruhan.

Taruhan jangkrik ini termasuk jenis permainan baru yang digemari banyak orang di Bali. Tempat yang sering dipakai menjadi arena perjudian tersebut biasanya berlokasi di dalam kampung serta di arena terbuka.

Perjudian Ceki di Bali

Di pulau dewata, wajar bila ada warga desa yang tengah mengalami duka, umumnya pada malam hari warga setempat akan melayat, dan kemudian sesudah malam tiba pelayat menggelar permainan ceki bersama-sama. Menceki biasanya dimainkan bersama maksimal 5 orang. Ceki di Bali di kenal juja dengan sebutan “Cap Beki”, dimana permainan ini dapat melibatkan lebih banyak orang.

Kartu ceki terbagi dalam 120 lembar. Sisi depan setiap kartu diisi gambar unik, yang mempunyai sebutan masing-masing, misalnya cina, korab, dengkek, kunci, dwa, pelik, sebeng, genot, sumpul, sakap, bodag, bongkar, kutus, manis, caling, manak, telu, gunung, cakra, lojor, rinying, likas, paku, ringgit, besar, kaon, mer, sanga, gelenteng, nem dan lain-lain.

Prinsip permainan ini yaitu pemain harus mencari kartu pasangan. Umpamanya 3 kartu bergambar yang serupa disebut soco. 2 kartu bergambar yang serupa namanya lawang, 3 kartu bergambar berbeda namun tandanya serupa disebut rigat, dan banyak lagi istilah kartu lainnya.

Waktu bermain ceki paling menyenangkan bila mendapat “nyekek” lawan yakni istilah untuk menahan kartu yang tengah dicari oleh para lawan main. Atau waktu nyari waktu kartu ditengah di buka sama hingga disebut “ngandang”. Bila mendapat ngandang maka akan dibayar 2 x lipat. Demikian sebaliknya bila apes, selama berjam-jam bermain tidak pernah mendapat nyari atau ngandang maka uang modal untuk taruhan bisa habis.